Pendidikan sejati adalah pendidikan yang memerdekakan. Bukan sekadar membebaskan dari ketidaktahuan, tetapi juga membangun kesadaran diri, kemandirian, dan tanggung jawab.
Dalam konsep belajar merdeka, seperti yang diungkapkan Ki Hadjar Dewantara, pendidikan harus mampu memerdekakan batin dan pengajaran harus memerdekakan lahir. Artinya, pendidikan bukan hanya tentang transfer ilmu, tetapi juga pembentukan karakter agar seseorang bisa berdaulat atas dirinya sendiri dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab.
Murid yang Merdeka: Sadar Akan Tujuan Belajar
Murid yang merdeka adalah mereka yang memahami kebutuhan dirinya sebagai pembelajar. Mereka tidak belajar hanya karena disuruh, melainkan memiliki dorongan intrinsik untuk memahami dan mengeksplorasi ilmu pengetahuan.
Antusiasme dalam belajar inilah yang membentuk kemandirian akademik dan karakter yang kuat. Dalam proses belajar, tentu ada tantangan dan kendala.
Namun, murid yang merdeka tidak akan merasa terbebani oleh tugas, melainkan menjadikannya sebagai bagian dari perjalanan belajar. Jika menemui kesulitan, mereka tidak ragu untuk bertanya dan berdiskusi dengan guru.
Di sinilah peran guru menjadi sangat penting: menciptakan lingkungan yang nyaman agar murid merasa bebas untuk mengungkapkan kebutuhannya.
Berpihak pada Anak: Inspirasi dari Ki Hadjar Dewantara
Ki Hadjar Dewantara menanamkan prinsip berpihak pada anak. Filosofi ini muncul dari pengalaman pribadinya dalam mendidik putrinya yang berkebutuhan khusus.
Kalimatnya yang terkenal, "Kowe bakale tak mulya ake" (kamu akan saya muliakan selamanya), menjadi cerminan bagaimana seorang pendidik harus memperlakukan murid-muridnya dengan kasih sayang dan penghormatan sesuai dengan kebutuhan mereka.
Sikap berpihak pada anak tidak hanya berarti memahami keunikan masing-masing individu, tetapi juga menciptakan ruang bagi mereka untuk berkembang sesuai potensinya.
Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar, tetapi juga fasilitator yang membimbing murid dalam menemukan jati diri mereka.
Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat
Dalam filosofi masyarakat Osing, ada pepatah yang berbunyi, "Wong urip iku kudu terus ngunduh kawruh"—hidup adalah proses menimba ilmu tanpa henti.
Ini selaras dengan prinsip belajar sepanjang hayat. Pendidikan tidak hanya terjadi di bangku sekolah, tetapi berlangsung seumur hidup. Sebagaimana filosofi padi, semakin tua semakin menunduk, semakin banyak kita belajar, semakin kita menyadari betapa luasnya ilmu yang belum kita kuasai.
Sikap rendah hati dan keinginan untuk terus belajar inilah yang akan membawa kita pada kesadaran dan kebijaksanaan sejati.
Kesimpulan
Belajar merdeka bukan sekadar konsep pendidikan, tetapi sebuah filosofi hidup. Pendidikan yang memerdekakan batin dan lahir akan melahirkan individu yang mandiri, penuh tanggung jawab, dan sadar akan pentingnya belajar sepanjang hayat.
Dengan berpihak pada anak, memahami kebutuhannya, serta menanamkan semangat belajar tanpa henti, kita tidak hanya menciptakan generasi cerdas, tetapi juga generasi yang bijaksana dan bermartabat. (ABS).