Kemajuan literasi di daerah tidak hadir secara instan. Ia tumbuh melalui kesadaran, komitmen, serta keberpihakan para pemangku kebijakan terhadap pentingnya budaya membaca dan belajar sejak usia dini.
Di Banyuwangi, upaya tersebut terus menunjukkan geliat yang positif, salah satunya melalui peran aktif Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi, Yusdi Irawan, S.E., M.Si., sosok pemimpin yang dikenal rendah hati, sederhana, dan memiliki kepedulian nyata terhadap literasi.
Kehadiran Yusdi Irawan dalam kegiatan kunjungan dan donasi buku di MI Islamiyah Kedaleman Rogojampi menegaskan bahwa literasi tidak hanya menjadi wacana di ruang rapat, tetapi diwujudkan melalui tindakan nyata di lingkungan sekolah.
Di sela-sela jadwal yang padat, Yusdi Irawan tetap meluangkan waktu untuk hadir langsung di tengah masyarakat, sebuah teladan kepemimpinan yang patut diapresiasi.
Bagi penulis, sebagai pegiat literasi dan Ketua KOPIWANGI, langkah tersebut mencerminkan kepemimpinan yang memahami bahwa perpustakaan sekolah merupakan fondasi penting dalam menumbuhkan budaya baca di tengah masyarakat.
Yusdi Irawan memandang perpustakaan bukan sekadar tempat penyimpanan buku, melainkan sebagai ruang belajar yang hidup dan berkelanjutan.
Pandangan tersebut sejalan dengan program-program Dinas Perpustakaan Kabupaten Banyuwangi yang selama ini berfokus pada penguatan perpustakaan sekolah, peningkatan minat baca, serta perluasan akses literasi hingga ke wilayah-wilayah yang belum terjangkau secara optimal.
Kehadiran layanan perpustakaan keliling serta kerja sama melalui nota kesepahaman (MoU) dengan sekolah-sekolah menjadi wujud komitmen nyata dan kesungguhan dalam memajukan literasi di Banyuwangi.
Dalam dialog bersama pihak sekolah, ia tidak hanya menyerahkan buku, tetapi juga menyampaikan masukan strategis terkait pengelolaan perpustakaan serta pembiasaan membaca bagi siswa.
Pernyataannya bahwa kebiasaan membaca akan tumbuh menjadi budaya membaca mencerminkan pemahaman yang mendalam bahwa literasi merupakan proses jangka panjang, bukan kegiatan seremonial semata.
Dari kebiasaan inilah akan tumbuh karakter peserta didik yang menyadari pentingnya membaca sebagai bekal menghadapi masa depan, sebab membaca adalah jendela untuk memahami dunia dan kehidupan.
Sebagai seorang pendidik yang aktif di dunia literasi, penulis mengapresiasi komitmen tersebut. Dukungan langsung dari Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Banyuwangi memberikan dampak psikologis yang signifikan bagi sekolah.
Perpustakaan pun menjadi lebih bermakna; guru dan siswa merasa diperhatikan, sementara sekolah memperoleh dorongan moral untuk terus berinovasi dalam kegiatan literasi.
Dalam konteks ini, perpustakaan tidak hanya berfungsi sebagai ruang membaca, tetapi juga sebagai ruang diskusi untuk berbagi gagasan, ruang kolaborasi untuk bekerja sama, serta ruang inovasi dalam melahirkan karya-karya kreatif.
Apresiasi yang sama juga disampaikan oleh Maulana Affandi, S.S., Pemimpin Redaksi Penerbit Lintang Banyuwangi dan Media Sastrawacana.
Menurutnya, keterlibatan aktif Yusdi Irawan mencerminkan sinergi yang sehat antara pemerintah daerah, penerbit, media, komunitas literasi, dan sekolah. Sinergi inilah yang menjadi kunci terciptanya ekosistem literasi yang kuat dan berkelanjutan.
Komitmen tersebut dibuktikan melalui kehadiran serta dukungan penuh Yusdi Irawan terhadap program donasi buku ke sekolah-sekolah yang membutuhkan, yang telah dicanangkan oleh Media Sastrawacana dan Penerbit Lintang Banyuwangi.
Dalam konteks pembangunan sumber daya manusia, penguatan literasi sejak pendidikan dasar sebagaimana yang didorong Dinas Perpustakaan Kabupaten Banyuwangi merupakan investasi masa depan.
Literasi tidak hanya membentuk kecakapan membaca dan menulis, tetapi juga menanamkan nilai berpikir kritis, karakter, dan kepekaan sosial.
Pada dasarnya, literasi berfungsi memberikan pencerahan (enlightenment), memperkaya pemikiran (enrichment), serta memberdayakan (empowerment).
Penulis meyakini bahwa Banyuwangi berada di jalur yang tepat dalam membangun budaya literasi bagi generasi masa depan. Keyakinan tersebut tumbuh karena hadirnya pemimpin yang memiliki visi dan arah kebijakan yang jelas.
Sosok Yusdi Irawan, S.E., M.Si. menunjukkan bahwa kemajuan literasi tidak cukup diwacanakan, tetapi menuntut kehadiran nyata, komitmen kebijakan yang konsisten, serta kerja bersama lintas sektor.
Pada akhirnya, upaya memajukan literasi merupakan kerja kolektif yang menuntut kolaborasi berbagai pihak. Namun demikian, dukungan dan keteladanan dari pemimpin daerah menjadi penggerak utama agar gerakan literasi tidak berhenti di tengah jalan.
Apa yang dilakukan Yusdi Irawan hari ini merupakan bagian dari ikhtiar jangka panjang untuk menjadikan Banyuwangi sebagai daerah yang tidak hanya kaya akan budaya, tetapi juga kuat dalam tradisi membaca, berkesadaran tinggi, berpikir kritis, dan belajar sepanjang hayat.
Penulis adalah Pendidik di SMK PGRI Rogojampi yang aktif di dunia literasi dan Ketua Komunitas Pecinta Literasi Banyuwangi (KOPIWANGI).
