Bulan Bahasa selalu menghadirkan ruang untuk merenung dan merayakan makna kata. Tahun ini, KOPIWANGI kembali menorehkan kiprah istimewa melalui peluncuran buku antologi Gotong Royong yang berlangsung pada Jumat (17/10) di Aula Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Banyuwangi.
Acara tersebut menjadi bukti bahwa semangat menulis di Banyuwangi terus hidup, tumbuh, dan bergerak dinamis di tangan para pegiat literasi yang mencintai bahasa dan budaya.
Di antara sosok yang menjadi pusat perhatian dalam kegiatan itu adalah Andi Budi Setiawan, seorang sastrawan sekaligus Ketua KOPIWANGI yang dikenal aktif menulis dan membimbing para penulis muda.
Ia hadir bukan hanya sebagai narasumber, tetapi juga sebagai penggerak semangat literasi yang menyalakan api kreativitas di setiap kesempatan.
Sebagai seorang penulis, Andi dikenal konsisten dalam berkarya. Ia telah menulis tiga buku solo dan menjadi kontributor di delapan belas buku antologi esai, puisi, dan quote.
Baginya, menulis bukan sekadar kegiatan menuangkan kata, melainkan perjalanan panjang menuju pemaknaan hidup. Ia menegaskan bahwa puisi adalah ruang jiwa, tempat kata-kata menemukan rumah dan makna menjadi abadi.
Dalam sambutannya pada acara peluncuran buku Gotong Royong, Andi menekankan pentingnya menjadikan literasi sebagai gerakan sosial yang berkelanjutan.
Ia meyakini bahwa karya tulis tidak boleh berhenti pada sekadar peluncuran buku atau lomba menulis, tetapi harus berlanjut menjadi upaya nyata untuk membangun ekosistem literasi yang hidup di tengah masyarakat.
Lebih dari itu, Andi Budi Setiawan memandang karya sastra sebagai media syiar — sebuah cara halus untuk menebarkan nilai-nilai kebaikan dan kebijaksanaan. “Karya adalah jejak yang bisa diwariskan dari generasi ke generasi,” ujarnya dalam satu kesempatan.
Ia percaya, tulisan yang lahir dari ketulusan akan menemukan pembacanya, entah hari ini atau di masa depan.
Sebagai penulis puisi, Andi memegang teguh keyakinan bahwa menulis adalah melakukan sesuatu untuk keabadian. Setiap kata yang lahir dari pikir dan rasa menjadi saksi perjalanan batin seorang manusia dalam mencari makna hidup.
Pandangan ini menjadikan sosok Andi bukan sekadar penulis produktif, tetapi juga inspirator yang menanamkan nilai-nilai literasi dengan keteladanan.
Keterlibatannya dalam peluncuran buku Gotong Royong sekaligus menunjukkan komitmennya untuk membangun kolaborasi. Ia hadir bersama para sastrawan lain, berbagi pandangan, dan memberi ruang bagi penulis muda untuk tumbuh.
Dalam pandangan Andi, kolaborasi adalah bentuk tertinggi dari semangat literasi — gotong royong untuk membangun peradaban melalui kata. Di akhir acara, pantulan semangat itu terasa jelas: bahwa menulis bukanlah sekadar mencipta, tetapi juga menghidupkan.
Seperti kata-kata yang tidak pernah mati, Andi Budi Setiawan terus menulis dan menggerakkan, menjadikan sastra sebagai napas perjuangan yang akan terus bergema dari Banyuwangi untuk Indonesia.
