Pernahkah kita menyadari bahwa banyak masalah besar sebenarnya bermula dari hal kecil bernama ucapan? Lisan, meskipun ukurannya kecil, memiliki kekuatan besar yang mampu membangun atau meruntuhkan hubungan. Sering kali kita menyepelekannya, padahal kata-kata yang keluar dari mulut bisa menjadi doa, bisa menjadi luka, atau bisa juga menjadi jembatan kebaikan. Karena itu, belajar menjaga lisan bukan hanya soal etika berbicara, tetapi juga tentang bagaimana kita membangun kehidupan yang lebih baik.
Salah satu tujuan menjaga lisan adalah agar doa yang kita panjatkan lebih mudah terkabul. Doa adalah harapan yang lahir dari hati, lalu diucapkan melalui lisan. Namun bagaimana mungkin doa kita terdengar tulus jika lisan sehari-hari dipenuhi keburukan, seperti celaan, gosip, atau perkataan yang melukai orang lain? Seperti kata bijak mengatakan “Mulut yang kau pakai untuk berdoa itu adalah Mulut yang sama ketika kamu gunakan untuk menghina orang lain. Lantas bagaimana doa-mu bisa terkabul”. Kata-kata yang baik menghadirkan energi positif, sementara kata-kata buruk hanya menghadirkan keruhnya hati. Menjaga lisan berarti membersihkan pintu doa agar harapan kita tidak terhalang oleh kebiasaan buruk dalam berbicara.
Selain itu, menjaga lisan juga berarti menjaga diri dari kebohongan dan hoaks. Di era digital seperti sekarang, satu kalimat saja bisa tersebar ke ratusan bahkan ribuan orang hanya dalam hitungan detik. Jika ucapan yang disebarkan adalah kebohongan, kerusakan yang timbul akan semakin luas. Kebohongan mungkin terlihat sepele, tapi dampaknya mampu meruntuhkan kepercayaan dan memecah persaudaraan. Sebaliknya, ketika lisan kita terjaga dari kebohongan, orang lain akan menaruh hormat dan percaya. Kejujuran adalah modal utama untuk membangun hubungan yang sehat, baik di dunia nyata maupun dunia maya.
Lebih jauh lagi, lisan yang baik membantu kita menjaga sikap agar tetap terpuji. Kata-kata yang kita ucapkan sesungguhnya membentuk pola perilaku kita. Ucapan kasar cenderung menumbuhkan sikap kasar, sedangkan ucapan lembut menumbuhkan sikap ramah dan santun. Lisan menjadi cermin kepribadian—bagaimana seseorang berbicara biasanya menunjukkan bagaimana hatinya. Jika kita ingin dikenal sebagai pribadi yang berkarakter baik, menjaga lisan adalah langkah awal yang tidak bisa diabaikan.
Menjaga lisan juga berarti menjaga konsistensi antara ucapan dan tindakan. Tidak sedikit orang yang pandai berkata-kata, namun tindakannya justru bertolak belakang. Hal ini membuat orang lain sulit percaya. Ketika ucapan dan perbuatan sejalan, di situlah lahir integritas. Konsistensi ini menjadikan seseorang lebih dihormati, karena masyarakat menghargai kejujuran dalam bentuk nyata, bukan hanya kata-kata manis. Dengan menjaga lisan agar sesuai dengan perbuatan, kita belajar menjadi pribadi yang utuh dan dapat diandalkan.
Akhirnya, menjaga lisan bukanlah tugas mudah, tapi ia adalah salah satu kunci untuk membangun kehidupan yang lebih damai. Kata-kata kita bisa menjadi doa, bisa menjadi kebaikan, sekaligus bisa menjadi warisan yang meninggalkan kesan dalam hati orang lain. Maka, mari kita mulai dari hal kecil: berbicara seperlunya, memilih kata yang baik, menghindari kebohongan, dan menyesuaikan ucapan dengan perbuatan. Bayangkan, betapa indahnya dunia jika setiap orang mampu menjaga lisannya. Bukan hanya diri kita yang akan tenang, tetapi juga orang-orang di sekitar kita akan merasakan kedamaian yang sama.
Penulis Andi BS.